Mpd.umsida.ac.id – Guru Besar Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Sidoarjo (FAI Umsida) serta Dosen S2 Manajemen Pendidikan Islam, Prof Dr Syafiq Mughni MA PhD jadi pemateri pada kegiatan Baitul Arqam bagi para dosen, (Sabtu, 28/7/2025).
bertempat di Narayana Hotel Trawas. Kegiatan ini dihadiri oleh seluruh civitas akademika Umsida termasuk para dosen di lingkungan program Studi S2 Manajemen Pendidikan Islam (MPI) Umsida, dan dipimpin oleh Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Prof Dr Syafiq A Mughni MA PhD. Prof. Syafiq memberikan materi bertajuk “Memahami Agama Islam dan Metode Tarjih,” yang bertujuan memperdalam pemahaman para dosen, terutama dalam hal metode tarjih Muhammadiyah, serta bagaimana pendekatan ini relevan dalam memahami ajaran Islam di era modern.
Pemahaman Islam melalui Al-Qur’an dan Sunnah Menurut Prof Syafiq: Teori dan Praktik
Prof Syafiq memulai materi dengan menekankan pentingnya memahami Islam dengan mendalam melalui Al-Qur’an dan Hadis. Menurutnya, untuk benar-benar memahami agama, umat Islam harus merujuk pada kedua sumber utama ini. Namun, ia juga menegaskan bahwa hanya membaca teks-teks tersebut tidak cukup; umat Islam perlu memahami konteksnya, mendalaminya lebih dalam, dan mengamalkan ajaran tersebut dalam kehidupan sehari-hari.
“Untuk memahami Islam, kita harus mendalami teks-teks Al-Qur’an dan Hadis. Namun, kita tidak cukup hanya membaca teks tersebut. Pemahaman yang mendalam dan pengamalan yang sesuai dengan konteks zaman sangat penting,” ujar Prof Syafiq. Ia menambahkan bahwa dalam upaya memahami ajaran Islam, banyak perbedaan dalam tafsir antara ulama dan pendekatan yang digunakan. Oleh karena itu, dibutuhkan metodologi yang jelas dan kuat, salah satunya melalui tarjih, yang digunakan oleh Muhammadiyah untuk memilih pendapat yang lebih kuat.
Prof Syafiq melanjutkan dengan menjelaskan bahwa metode tarjih Muhammadiyah berperan dalam memilih pendapat yang lebih sahih ketika ada perbedaan di kalangan para ulama mengenai suatu persoalan agama. Hal ini relevan terutama dalam konteks pendidikan, di mana dosen S2 MPI harus mampu memahami dan mengajarkan pemahaman ajaran Islam dengan pendekatan yang jelas, rasional, dan berbasis pada dalil yang kuat.
Tarjih: Memilih Pendapat yang Lebih Kuat dalam Pemahaman Ajaran Islam
Prof. Syafiq menguraikan lebih lanjut tentang konsep tarjih yang menjadi salah satu pilar dalam metodologi Muhammadiyah. Tarjih berarti memilih pendapat yang lebih kuat atau lebih sahih ketika ada perbedaan pemahaman dalam ajaran Islam. Ia menjelaskan bahwa metodologi ini pertama kali dibentuk pada tahun 1927, 15 tahun setelah berdirinya Muhammadiyah. Tujuan dari Majelis Tarjih Muhammadiyah adalah memberikan pedoman kepada warga Muhammadiyah untuk memahami ajaran Islam dengan lebih jelas dan menghindari keraguan dalam beribadah dan bermuamalah.
“Setelah KH Ahmad Dahlan wafat, muncul berbagai persoalan dalam memahami ajaran Islam. KH Mas Mansyur menginisiasi pembentukan Majelis Tarjih untuk memberikan arahan dan keputusan yang jelas mengenai persoalan keagamaan,” jelas Prof. Syafiq. Menurutnya, Majelis Tarjih bertugas untuk mengklarifikasi dan memilih pendapat yang lebih kuat berdasarkan dalil Al-Qur’an dan Hadis. Sebagai contoh, dalam persoalan puasa, terdapat perbedaan pendapat tentang penggunaan metode hisab dan rukyah. Muhammadiyah memilih metode yang lebih relevan dengan konteks saat ini, yang menjadi bagian dari keputusan tarjih.
Prof. Syafiq juga menyebutkan bahwa tarjih tidak hanya berlaku dalam masalah ibadah, tetapi juga dalam masalah-masalah kontemporer, seperti penentuan fatwa dan pemikiran Islam yang relevan dengan kebutuhan zaman. “Tarjih berkembang menjadi cara merumuskan fatwa dan pemikiran Islam yang adaptif terhadap perkembangan zaman,” tambahnya.
Pendekatan ijtihad, ittiba’, dan taqlid dalam Memahami Agama Islam
Pada bagian selanjutnya, Prof. Syafiq menjelaskan tiga jalan utama yang dapat ditempuh umat Islam dalam memahami ajaran agama, yaitu ijtihad, ittiba’, dan taqlid. Menurutnya, ijtihad adalah usaha untuk memahami Al-Qur’an dan Hadis dengan menggunakan kemampuan intelektual yang tinggi, yang hanya dapat dilakukan oleh mereka yang memiliki ilmu yang cukup dan mencapai derajat mujtahid.
“Untuk memahami ajaran Islam secara menyeluruh, dibutuhkan ijtihad yang mendalam, dan itu memerlukan pemahaman yang luas tentang teks-teks agama. Namun, bagi mereka yang belum mencapai tingkat mujtahid, mereka dapat melakukan ittiba’, yaitu mengikuti pendapat orang lain dengan memahami argumennya,” jelas Prof. Syafiq.
Ia juga menekankan bahwa taqlid, yaitu mengikuti pendapat orang lain tanpa pemahaman atau pertimbangan rasional, tidak dianjurkan dalam Islam karena bisa menghambat kemajuan pemahaman agama. “Taqlid adalah jalan yang tidak direkomendasikan karena bisa menyebabkan stagnasi dalam pemahaman agama. Sebagaimana yang tertera dalam Surat Al-Isra Ayat 36, umat Islam diajak untuk berpikir kritis dan tidak hanya mengikuti tanpa pemahaman,” tegasnya.
Majelis Tarjih: Pilar Muhammadiyah dalam Memahami Agama Islam secara Inklusif
Prof Syafiq menutup materinya dengan menguraikan lima pilar penting dalam pemahaman Islam melalui tarjih Muhammadiyah, yakni wawasan pemahaman agama, tajdid (pembaharuan), toleransi, keterbukaan, dan tidak terikat pada mazhab tertentu. Kelima pilar ini menjadi landasan penting bagi Muhammadiyah dalam membangun pemikiran Islam yang inklusif dan progresif.
“Paham agama tidak bisa stagnan; harus selalu diperbaharui sesuai dengan tuntutan zaman. Itulah peran tarjih untuk terus melakukan tajdid dalam memahami agama Islam,” ujar Prof. Syafiq.
Baca Juga: Rektor Umsida Kenalkan 7 Peran Tauhid dalam Kehidupan
Ia juga menjelaskan bahwa Muhammadiyah selalu mengedepankan toleransi terhadap perbedaan pendapat dan terbuka terhadap pemikiran baru yang dapat memperkaya pemahaman agama. Selain itu, Muhammadiyah tidak terikat pada satu mazhab tertentu, melainkan lebih mengutamakan pemahaman yang berdasarkan pada nash dan rasionalitas.
Editor: Akhmad Hasbul Wafi