Sikap Keagamaan Warga Sekitar Pesantren Menguat Berkat Interaksi Spiritual dan Manajemen Sosial Islami

Mpd.umsida.ac.id – Sikap keagamaan masyarakat di sekitar Pondok Pesantren Al-Fattah, Desa Banjarsari, Kecamatan Buduran, Sidoarjo, mengalami peningkatan signifikan berkat teladan para santri dan interaksi yang konsisten melalui kegiatan keagamaan.

Baca Juga: Kaprodi MPI Umsida Kupas Buku BK Islami Lewat Podcast Literasi Spiritualitas dalam Pendidikan Karakter

Lebih dari itu, manajemen sosial berbasis nilai-nilai Islam yang diterapkan pondok pesantren ini juga turut membentuk pola pikir dan perilaku masyarakat yang religius, toleran, dan penuh semangat kebersamaan.

Pesantren yang berdiri sejak 1977 ini tidak hanya menjadi pusat pembelajaran agama, tetapi juga menjadi entitas yang mengelola hubungan sosial secara terencana dan terstruktur, sesuai prinsip manajemen Islam. Konsep pengelolaan berbasis nilai ini menciptakan sinergi kuat antara internal lembaga dan masyarakat eksternal.

Keteladanan Santri dalam Sistem Manajerial Keagamaan

Warga setempat, dalam berbagai wawancara, mengakui bahwa keberadaan para santri yang disiplin dalam ibadah, santun dalam bertutur kata, serta aktif dalam kegiatan sosial, menjadi teladan nyata yang memengaruhi cara hidup masyarakat. Dalam hal ini, pesantren menjalankan peran penting sebagai change agent melalui pendekatan keteladanan yang sistematis dan konsisten.

Sistem ini merupakan bagian dari manajemen pendidikan Islam berbasis nilai, yang tidak hanya menanamkan pengetahuan kepada santri, tetapi juga membentuk karakter yang menjadi perpanjangan pesantren dalam kehidupan sosial masyarakat. Dengan membina santri sebagai figur publik yang aktif dan berintegritas, pondok pesantren secara tidak langsung menjalankan fungsi pengelolaan sosial keagamaan dalam lingkup komunitas sekitar.

Toleransi dan Harmonisasi Melalui Strategi Sosial Islami

Salah satu keberhasilan manajemen Islam di Pondok Pesantren Al-Fattah tercermin dalam strategi sosialnya yang menyatukan perbedaan di tengah masyarakat. Dulu, perbedaan pandangan dalam praktik ibadah sempat memicu ketegangan, seperti saat pondok pesantren memperkenalkan sistem iuran qurban sapi untuk warga. Namun, pendekatan komunikasi persuasif dan teladan dari pesantren membuahkan hasil positif. Kini, sistem tersebut diadopsi oleh masjid-masjid lain dan justru menjadi simbol persatuan.

Hal ini menunjukkan bahwa pesantren tidak hanya bertugas mendidik secara formal, tetapi juga mengelola dinamika sosial masyarakat dengan pendekatan berbasis syura (musyawarah), rahmah (kasih sayang), dan ukhuwwah (persaudaraan), yang menjadi esensi manajemen Islam. Perbedaan mazhab dan budaya keagamaan kini tidak lagi menjadi sumber perpecahan, melainkan dipandang sebagai khazanah yang memperkaya kehidupan bersama.

Integrasi Ibadah dan Manajemen Sosial dalam Kehidupan Harian

Pondok Pesantren Al-Fattah berhasil menciptakan ekosistem keagamaan yang menyatu dengan kehidupan masyarakat sehari-hari. Warga tidak hanya terdorong untuk rajin beribadah secara formal, seperti shalat berjamaah dan mengikuti pengajian, tetapi juga terdorong untuk menerapkan nilai-nilai Islam dalam kehidupan sosial—seperti kejujuran, disiplin, kesederhanaan, hingga gotong royong.

Santri pun tidak hanya belajar untuk dirinya sendiri, tetapi juga diberdayakan menjadi pembimbing masyarakat. Mereka mengisi pengajian anak-anak, mendampingi program sosial desa, hingga berperan dalam menghidupkan suasana religius di lingkungan RT. Dengan sistem pembinaan yang terstruktur dan dukungan manajemen pesantren yang efisien, para santri menjadi ujung tombak perubahan sosial yang positif.

Dalam perspektif manajemen Islam, peran santri sebagai pelayan umat (khadim al-ummah) bukanlah aktivitas tambahan, melainkan bagian dari misi kelembagaan. Hal ini memperkuat posisi pesantren sebagai institusi yang mengelola sumber daya manusia dengan pendekatan spiritual dan sosial sekaligus.

Pondok Pesantren sebagai Institusi Manajerial dan Dakwah

Pondok Pesantren Al-Fattah tidak hanya berdiri sebagai institusi pendidikan, tetapi juga sebagai model manajemen Islam yang hidup di tengah masyarakat. Dari perencanaan program, pelaksanaan kurikulum, pembinaan karakter santri, hingga strategi pelibatan masyarakat, semua dijalankan dalam koridor nilai-nilai Islam.

Menurut pengasuh pondok pesantren, Ustadz Ainun Rofiq, sistem ini dirancang agar pesantren tidak sekadar fokus pada pendidikan formal, tetapi juga mampu menjadi pusat pemberdayaan masyarakat. “Kami mengedepankan dakwah yang terstruktur dan terus menyesuaikan diri dengan tantangan zaman. Nilai-nilai Islam yang kami tanamkan harus hadir dalam perilaku warga, bukan hanya di ruang kelas atau masjid,” jelasnya.

Baca Juga: Walau Menimpang, Hak Veto Nyaris Mustahil Dihanguskan

Dengan landasan manajemen Islam yang kokoh, Pondok Pesantren Al-Fattah berhasil menciptakan harmoni antara spiritualitas dan sosialitas. Warga tidak hanya menjadi lebih religius, tetapi juga lebih kolaboratif, toleran, dan berdaya dalam menjalani kehidupan bermasyarakat.

Sumber:
Artikel Jurnal: Lazuardi Imani Poetra Azhar dan Budi Haryanto, “Keberadaan Pondok Pesantren terhadap Masyarakat Sekitar,” Jurnal Ilmiah Universitas Batanghari Jambi, Vol 24 No 1 (2024): 443–451. DOI: 10.33087/jiubj.v24i1.4490.